Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia surplus US$7,56 miliar secara bulanan pada April 2022. Realisasi itu lebih tinggi secara bulanan dari US$4,54 miliar pada Maret 2022. Ini adalah rekor baru dan ini tertinggi, sebelumnya pada Oktober 2021 yaitu sebesar US$5,74 miliar. Jadi surplus ini (tertinggi) sepanjang sejarah.
Begitu juga secara tahunan dari US$2,29 miliar pada April 2021. Secara total, akumulasi surplus neraca dagang Indonesia mencapai US$16,89 miliar pada Januari-April 2022. Kalau diperhatikan surplus ini beruntun selama 24 bulan. Penyumbang surplus terbesar lemak dan minyak hewan nabati dan bahan bakar mineral.
Surplus neraca perdagangan terjadi karena nilai ekspor mencapai US$27,32 miliar atau naik 3,11 persen dari US$26,5 miliar pada Maret 2022. Sementara nilai impor cuma US$19,76 miliar atau turun 10,01 persen dari US$21,96 miliar pada bulan sebelumnya.
Berdasarkan negaranya, surplus dagang terjadi dari Amerika Serikat mencapai US$1,62 miliar. Lalu diikuti dari India dan Filipina, masing-masing US$1,53 miliar dan US$977,9 juta. Sementara Indonesia defisit dagang dari Argentina sebesar US$320,2 juta, Australia US$283,5 juta, dan Thailand US$217,9 juta. Secara rinci, kinerja ekspor ditopang oleh ekspor minyak dan gas (migas) mencapai US$25,89 miliar atau naik 3,17 persen dari US$25,09 miliar. Sementara ekspor nonmigas meningkat 2,01 persen dari US$1,41 miliar menjadi US$1,43 miliar.
Realisasi ekspor meningkat karena harga sejumlah komoditas naik di pasar internasional, seperti harga batu bara yang meningkat 2,57 persen dan kopi 0,1 persen. Batu bara ini harganya meningkat, meski volumenya turun. Berdasarkan sektor, ekspor industri pertambangan melejit 18,58 persen menjadi US$6,41 miliar. Tapi, ekspor industri pertanian, kehutanan, dan perikanan turun 8,42 persen ke US$390 juta dan industri pengolahan turun 0,89 persen ke US$19,09 miliar.
Berdasarkan kode HS, peningkatan ekspor terjadi di komoditas bahan bakar mineral, bijih logam, terak, dan abu, serta besi dan baja. Sementara penurunan ekspor terjadi di komoditas logam mulia dan perhiasan/permata, nikel, dan kendaraan serta bagiannya. Berdasarkan negara tujuan, ekspor Indonesia meningkat ke Jepang sebanyak US$397,1 juta, Singapura US$373,8 juta, Taiwan US$225,4 juta, Turki US$149,5 juta, dan Belanda US$87,5 juta.
Sedangkan penurunan ekspor terjadi ke Swiss sebesar US$426,3 juta, AS US$373,2 juta, Pakistan US$104,9 juta, Bangladesh US$35,6 juta, dan Estonia US$34,2 juta. Pangsa ekspor Indonesia masih didominasi oleh penjualan ke China mencapai US$5,49 miliar atau 21,21 persen dari total ekspor Indonesia. Indonesia juga banyak mengekspor ke AS US$2,46 miliar dan Jepang US$2,24 miliar. Secara total, ekspor Januari-April 2022 mencapai US$93,47 miliar. Jumlahnya naik 38,68 persen dari US$67,4 miliar pada Januari-April 2021.
Dari sisi impor, impor migas mencapai US$3,81 miliar atau naik 9,21 persen dari US$3,49 miliar pada Maret 2022. Tapi, impor non migas turun 13,65 persen dari US$18,47 miliar menjadi US$15,95 miliar. Kenaikan impor migas karena peningkatan impor minyak.
Berdasarkan jenis barang, impor konsumsi turun 6,4 persen menjadi US$1,7 miliar, bahan baku/penolong melorot 8,68 persen menjadi US$15,54 miliar, dan barang modal anjlok 19,34 persen ke US$2,52 miliar. Penurunan impor barang konsumsi dari farmasi, gula, dan kembang gula. Untuk bahan baku penolong, disebabkan menurunnya impor besi dan baja, bijih logam dan abu. Berdasarkan kode HS, kenaikan impor berasal dari komoditas sayuran, biji dan buah mengandung minyak, serta buah-buahan. Penurunan impor terjadi pada komoditas mesin/peralatan mekanis dan bagiannya, besi dan baja, serta kendaraan dan bagiannya. Berdasarkan negara asal, impor meningkat dari Argentina senilai US$60,6 juta, AS US$37,6 juta, Kuwait US$12,9 juta, Filipina US$12,3 juta, dan Paraguay US$11,2 juta.
Tapi, impor dari Thailand turun US$359,1 juta, Jepang US$317,4 juta, India US$280,9 juta, China US$200,6 juta, dan Australia US$169,3 juta. Pangsa impor Indonesia utamanya didominasi oleh China mencapai US$5,11 miliar atau setara 27,65 persen dari total impor Indonesia. Kemudian, diikuti oleh Jepang US$1,38 miliar dan Korea Selatan US$870 juta. Secara total, nilai impor mencapai US$76,58 miliar pada Januari-April 2022. Nilainya tumbuh 28,51 persen dari US$59,59 miliar Januari-April 2021.