Harga minyak mentah dunia melejit pada perdagangan Rabu (10/7), waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan terjadi menyusul persediaan minyak mentah AS merosot. Sementara itu, produksi minyak di Teluk Meksiko diperkirakan berkurang hampir sepertiga akibat badai yang berpotensi terjadi beberapa waktu mendatang.Harga minyak mentah berjangka Brent naik US$2,85 atau 4,44 persen menjadi US$67,01 per barel. Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$2,6 atau 4,5 persen menjadi US$60,43 per barel.
Kedua harga acuan menyentuh level tertingginya sejak akhir Mei 2018. Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mencatat stok minyak mentah AS merosot 9,5 juta barel pada pekan yang berakhir 5 Juli 2019 lalu. Penurunan tersebut lebih dari tiga kali lipat ekspektasi analis yang hanya berkisar 3,1 juta barel. Penarikan persediaan (minyak mentah) lebih besar dari yang diperkirakan. Berkurangnya stok tersebut mendorong harga minyak menjadi lebih tinggi. Impor turun dan utilisasi kilang mencapai level tertingginya sejak awal tahun berkontribusi pada besarnya penarikan (persediaan minyak).
Selain itu, badai yang diperkirakan akan menerjang Teluk Meksiko juga turun mengerek harga minyak. Teluk Meksiko merupakan kawasan penghasil 17 persen produksi minyak mentah AS atau berkisar 12 juta barel per hari (bph). Akibat ekspektasi terjadinya badai tersebut, perusahaan minyak besar yang beroperasi di Teluk Meksiko mulai melakukan evakuasi dan menahan produksinya. Badai tersebut diramal akan menjadi badai topan pada akhir pekan. Sejumlah pegawai dari 15 basis operasional lepas pantai mulai dipindahkan oleh Chevron Corp, Royal Dutch Shell, BP, Anadarko Petroleum, dan BHP Group Dengan dievakuasinya beberapa basis (produksi minyak) di Teluk Meksiko menjelang badai tropis, produksi akan terhambat. ExxonMobil menyatakan masih memperhatikan kondisi cuaca untuk menentukan dampak badai tersebut terhadap fasilitasnya.
Sejak awal awal, harga minyak mentah acuan global telah mendapatkan dorongan dari kebijakan pemangkasan produksi yang dilakukan oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia. Kelompok yang juga dikenal dengan OPEC+ itu pekan lalu sepakat untuk memperpanjang kebijakan pemangkasan produksi hingga Maret 2020 demi mendorong harga. Sedianya, kebijakan yang berlangsung sejak awal tahun itu berakhir pada Juni 2019 lalu. Selanjutnya, harga minyak juga mendapatkan dorongan dari memanasnya tensi di Timur Tengah terkait program nuklir Iran dan serangan kapal tanker minyak di kawasan Teluk. Tensi geopolitik yang sedang berlangsung antara Amerika Serikat (AS) dan Iran terus menambah dukungan (terhadap harga) yang belum terhitung besarannya.
Pada Selasa (9/7) lalu, salah satu jenderal AS mengungkapkan AS ingin mendapat sekutu atau koalisi militer dalam dua pekan ke depan. Koalisi itu akan menjaga perairan strategis dari Iran dan Yaman. Sebelumnya, AS telah menuding Iran maupun sekutu Iran atas serangan yang terjadi di kawasan Teluk.