Komoditi | Selasa, 14 Mei 2019 - 03:03 WIB

Minyak Tertekan Penurunan Kinerja Pasar Modal

Minyak Tertekan Penurunan Kinerja Pasar Modal

Author:

Maulidia Septiani

Komoditi

14 Mei 2019

03:03 WIB

Harga minyak mentah dunia merosot pada perdagangan Senin (13/5), waktu Amerika Serikat (AS). Pelemahan dipicu oleh negosiasi perdagangan AS-China yang belum membuahkan hasil. Padahal, di awal sesi perdagangan harga minyak sempat menguat. Penguatan terjadi akibat serangan terhadap kapal tanker di Timur Tengah yang dapat mengganggu pasokan.

Dilansir dari Reuters, Selasa (14/5), harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli turun US$0,39 menjadi US$70,23 per barel. Di awal sesi perdagangan, harga minyak acuan global ini sempat menyentuh level US$72,58 per barel. Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,62 menjadi US$61,04 per barel setelah sebelumnya sempat menyentuh level US$63,33 per barel.

Pasar minyak mendapatkan tekanan dari merosotnya pasar saham dan peralihan investasi yang dilakukan oleh investor dari aset berisiko tinggi ke rendah seperti obligasi pemerintah AS (Treasury Bond). Peralihan investasi terjadi menyusul peningkatan ketegangan perang dagang AS-China. China mengabaikan peringatan dari Presiden AS Donald Trump dan memilih untuk mengenakan tarif yang lebih tinggi terhadap serangkaian produk impor AS, termasuk di dalamnya sayuran beku dan liquefied natural gas (LNG). Kebijakan tersebut sebelumnya telah diperkirakan menyusul keputusan AS untuk mengerek tarif terhadap impor produk China senilai US$200 miliar.

Investor khawatir perang dagang antara dua perekonomian terbesar dunia itu dapat meningkat dan menyeret perekonomian global. Aksi jual signifikan di pasar modal telah menyeret minyak mentah bersamanya.Harga minyak dapat tertekan lebih jauh jika tidak ada imbas dari sabotase terhadap kapal tanker di Timur Tengah.

Di awal sesi perdagangan, harga minyak telah terkerek lebih dari US$1 per barel setelah Arab Saudi menyatakan dua kapal tankernya berada di antara kapal-kapal yang diserang di pesisir Uni Emirat Arab (UEA). Bagaimana serangan itu terjadi masih belum jelas.

Pada Minggu (12/5), UEA menyatakan empat kapal komersial diserang di dekat Fujairah, hub pelabuhan terbesar di dunia. Pelabuhan tersebut berada di dekat Selat Hormuz, jalur vital pengiriman ekpor minyak. Menteri Luar Negeri Iran mendeskripsikan kejadian tersebut sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan dan mengerikan. Karenanya, ia telah memerintahkan untuk dilakukan investigasi atas kejadian tersebut. Selang sehari dari penyerangan terhadap empat kapal tanker tersebut, Kementerian Energi AS menyatakan keyakinan bahwa pasokan di pasar minyak global tercukupi. Sebagai catatan, Arab Saudi merupakan produsen minyak terbesar dalam Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan UEA merupakan yang ketiga terbesar.

Badan Maritim AS dalam rekomendasinya pada Minggu (12/5) lalu menilai serangan di Fujairah belum terkonfirmasi dan belum mendesak untuk dilakukan langkah hati-hati. Sebenarnya, harga minyak dunia telah terkerek sekitar 30 persen sejak awal tahun. Penguatan tersebut ditopang oleh kekhawatiran terhadap pasokan seiring pengenaan sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela.AS mengenakan kembali sanksi terhadap ekspor minyak AS setelah keluar dari Kesepakatan Nuklir dengan Teheran dan sejumlah negara besar dunia yang disepakati pada 2015 lalu. Pembahasan antara Iran dan Uni Eropa menyatakan Iran mendesak untuk bisa mengekspor minyak setidaknya 1,5 juta barel per hari (bph), tiga kali lipat dari ekspektasi produksi Mei di bawah sanksi AS. 

Hal itu menjadi salah satu syarat Iran untuk tetap berada di bawah kesepakatan nuklir dunia.Sementara itu, produksi AS dari tujuh lapangan minyak shale utama diperkirakan bakal menanjak sebesar 83 ribu bph pada Juni mendatang sehingga mencetak rekor produksi 8,49 juta bph. Hal itu berdasarkan laporan produktivitas bulanan Badan Informasi Energi AS.
 

Terpopuler