Harga minyak mentah dunia menguat pada perdagangan Senin (21/1), waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan disebabkan oleh keyakinan investor terhadap efek positif dari pemangkasan pasokan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Di sisi lain, investor mengabaikan data perlambatan laju pertumbuhan ekonomi China. Dilansir dari Reuters, Selasa (22/1), harga minyak mentah berjangka Brent naik US$0,12 menjadi US$62,83 per barel. Sementara, harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) menguat US$0,19 menjadi US$53,99 per barel.
Pasar modal global sempat merosot setelah pemerintah China merilis data yang menunjukkan ekonomi mereka tahun lalu merosot ke level 6,6 persen. Pertumbuhan tersebut merupakan yang terendah dalam 28 tahun terakhir. Data tersebut memperkuat proyeksi perlambatan ekonomi dunia. Maklum, China merupakan negara dengan tingkat ekonomi terbesar nomor dua di dunia. Namun, investor seharusnya mempertimbangkan perekonomian China tidak mungkin tumbuh dengan laju sebesar yang terjadi pada 10 tahun terakhir, untuk pertumbuhan 10 tahun mendatang. Sejauh ini, pasar saham masih menanjak untuk bulan ini. Hal itu memberikan keyakinan kepada investor minyak untuk menaruh taruhan pada harga minyak mentah akan naik.
Para analis menilai pasar keuangan yang kuat serta prospek perlambatan pertumbuhan produksi minyak mentah menjadi penggerak utama reli harga minyak mentah. Kinerja pasar saham merupakan salah satu alasan mengapa harga minyak terus menanjak. Selain itu, terdapat keyakinan umum terhadap kesepakatan pemangkasan produksi OPEC+ akan cukup untuk menyeimbangkan pasar.
Para analis menyatakan meski investor khawatir perlambatan laju perekonomian global akan berimbas pada permintaan minyak dunia, pemangkasan produksi OPEC akan menopang harga minyak mentah. Pada Desember lalu, OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, sepakat untuk memangkas produksi minyak mentah sebesar 1,2 juta barel per hari (bph) mulai Januari 2019.
Patterson mengungkapkan kekhawatirannya terhadap seberapa ketat pasar pada 2020 terus meningkat. Dalam laporan terpisah, Biro Statistik Nasional China mencatat produksi kilang pengolahan minyak mentah pada 2018 menanjak menjadi 12,1 juta barel per hari (bph) atau naik 6,8 persen dari tahun sebelumnya.
Sementara, di AS, Baker Hughes mencatat perusahaan energi memangkas 21 rig pengeboran minyak, pemangkasan terbesar dalam tiga tahun terakhir. Dengan demikian, jumlah rig di As yang merupakan indikator produksi di masa mendatang itu turun menjadi 852 rig, terendah sejak Mei 2018.