Harga minyak melambung ke level tertinggi dalam beberapa tahun pada akhir perdagangan Senin (11/10) sore waktu AS atau Selasa (12/10) pagi WIB. Penguatan didorong oleh pulihnya permintaan global sebagai akibat krisis listrik dan gas di negara-negara ekonomi utama seperti China.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember menguat US$1,26 atau 1,5 persen ke level US$83,65 per barel. Brent bahkan sempat mencapai US$84,60 dolar AS yang merupakan posisi tertinggi sejak Oktober 2018.
Sementara itu untuk Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman November naik US$1,17 dolar AS atau 1,5 persen ke level US$80,52, setelah sempat menyentuh level tertinggi sejak akhir 2014 di US$82,18 per barel.
Permintaan minyak meningkat belakangan ini. Kenaikan permintaan ditopang laju pemulihan ekonomi sejumlah negara setelah sempat tertekan pandemi. Kenaikan juga terjadi akibat krisis listrik di sejumlah negara di Asia, Eropa dan AS belakangan ini. Krisis telah mendorong harga gas alam naik sehingga konsumen mengalihkan sumber energinya ke minyak.
Peralihan itu diperkirakan dapat meningkatkan permintaan minyak mentah dari 250 ribu menjadi 750 ribu barel per hari. Semuanya sangat terfokus pada kurangnya pasokan yang kembali pada saat permintaan tampak meningkat kembali
Sayangnya, di tengah kenaikan permintaan itu, produksi minyak justru melambat. Itu terjadi setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya yang dikenal sebagai OPEC+ menahan diri untuk tidak meningkatkan pasokan minyak meskipun harganya telah naik. Ada dimensi tambahan yang berkaitan dengan potensi peralihan bahan bakar mengingat harga gas alam global sangat tinggi, jadi kombinasi faktor-faktor di sini terus mendorong (minyak lebih tinggi).