Harga minyak jatuh lebih dari 6 persen ke level terendah dalam hampir tiga minggu pada akhir perdagangan kemarin. Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei anjlok US$6,99 atau 6,5 persen ke di US$99,91 per barel.
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April tergelincir US$6,57 atau 6,4 persen ke US$96,44 per barel. Brent sempat turun ke US$97,44 dan WTI mencapai US$93,53 per barel yang merupakan level terendah sejak 25 Februari pada sesi perdagangan kemarin. Harga minyak dunia mencapai rekor tertinggi 14 tahun pada 7 Maret. Lonjakan terjadi akibat invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina lebih dari dua minggu lalu. Tapi setelah itu, minyak berangsur turun. Saat ini Brent telah turun hampir US$40 dan WTI turun lebih dari US$30.
Penurunan tersebut dipicu isyarat isyarat Rusia yang menyatakan mereka telah menulis jaminan akan melaksanakan tugasnya sebagai pihak dalam kesepakatan nuklir Iran. Isyarat itu menunjukkan bahwa Moskow akan mengizinkan dihidupkannya pakta nuklir 2015. Pembicaraan untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir dapat mengarah pada pencabutan sanksi terhadap sektor minyak Iran dan memungkinkan Teheran untuk melanjutkan ekspor minyak mentah sehingga menekan harga minyak. Sentimen itu menambah berat laju harga minyak yang belakangan ini juga mendapatkan beban dari kekhawatiran pasar atas lockdown yang dilakukan di China seiring peningkatan kasus covid di negara tersebut.
Pasar khawatir lockdown akan menekan pertumbuhan ekonomi China sehingga mengurangi permintaan minyak dari negara tersebut. Diperkirakan bahwa penguncian parah di China dapat membahayakan konsumsi minyak 0,5 juta barel per hari, yang selanjutnya akan diperparah oleh kekurangan bahan bakar karena harga-harga energi yang meningkat.
Harga minyak juga mendapat tekanan dari persediaan di AS. Data awal dari American Petroleum Institute (API) menunjukkan persediaan minyak mentah AS naik 3,8 juta barel untuk pekan yang berakhir 11 Maret.