Harga minyak mentah dunia melonjak ke level tertinggi tujuh minggu terakhir pada perdagangan minggu lalu. Kenaikan harga minyak disebabkan oleh kekhawatiran pasokan di tengah cuaca dingin AS dan gejolak politik yang berlangsung antara produsen minyak utama dunia.
Harga minyak acuan West Texas Intermediate (WTI) lompat 2,3 persen atau US$2,04 menjadi US$92,31 per barel pada akhir perdagangan. Selama perdagangan, harga WTI sempat mencapai level tertinggi sejak September 2014 di level US$93,17 per barel. Sementara, patokan global minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret naik 2,4 persen atau US$2,16 menyentuh US$93,27 per barel.
Secara mingguan, harga minyak acuan Brent reli 3,6 persen dan WTI membukukan kenaikan 6,3 persen. Jika menghitung sejak awal tahun, harga minyakmentah bahkan meroket 20 persen. Para ahli memperkirakan harga minyak bisa mencapai level US$100 per barel. Lonjakan di pasar selama pekan lalu dikarenakan terjadi penumpukan pembelian yang dipicu ekspektasi bahwa pemasok dunia akan kesulitan memenuhi permintaan.
Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS (CFTC) mencatat pasar menaikkan pembelian minyak mentah berjangka AS hingga 1 Februari dari 6.616 kontrak menjadi 304.013 kontrak. Namun, beberapa analis melihat risiko reli. Analis dari Citi Research misalnya, memperkirakan pasar minyak akan menjadi surplus pada kuartal berikutnya, sekaligus mengerem reli. Lonjakan menuju minyak mentah US$100 per barel tidak boleh dikesampingkan dalam jangka pendek, tetapi risiko penurunan berlimpah, termasuk kemunduran omicron terhadap permintaan, kekhawatiran pertumbuhan ekonomi, dan koreksi pasar keuangan karena bank sentral memerangi inflasi.
Badai musim dingin di Texas turut memicu kekhawatiran pasokan k arena cuaca ekstrem dapat menyebabkan penutupan produksi seperti yang terjadi pada tahun lalu.