Harga minyak mentah dunia kembali jatuh hingga 5 persen pada perdagangan akhir pekan lalu. Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei dibanderol US$24,93 per barel atau merosot 5,35 persen.
Sedangkan harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei dipatok US$21,51 per barel atau lebih rendah 4,82 persen.
Penurunan harga minyak mentah dinilai sebagai cerminan pasar mengabaikan stimulus ekonomi yang digelontorkan berbagai negara. AS sendiri memberikan stimulus US$2 triliun untuk mengatasi dampak pandemi virus corona terhadap perekonomiannya.
Namun, pelaku pasar tampaknya lebih khawatir dengan anjloknya permintaan akibat penyebaran penyakit covid-19.
Direktur Berjangka Energi Mizuho Bob Yawger mengatakan pemerintah menggunakan semua 'peluru' mereka untuk mempertahankan pasar. "Kami kehabisan amunisi untuk mendukung pasar," katanya, seperti dilansir Antara, Senin (30/3).
Kelompok 20 negara ekonomi utama atau G20 sepakat menyuntikkan lebih dari US$5 triliun untuk ekonomi global demi membatasi kehilangan masyarakat terhadap pekerjaan dan pendapatan mereka akibat virus corona. G20 juga akan melakukan apa pun untuk mengatasi pandemi.
Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat AS meloloskan rancangan undang-undang bantuan virus corona senilai US$2 triliun. Harapannya, stimulus itu dapat memberikan bantuan cepat ketika ekonomi terpuruk.
Di sisi lain, China kembali melaporkan kasus pertama virus corona yang ditularkan secara lokal dan 54 kasus impor baru. China akhirnya kembali menerapkan pengurangan penerbangan internasional secara tajam karena khawatir para pelancong memicu kembalinya wabah tersebut.
Sayangnya, ketika permintaan minyak global merosot, Arab Saudi justru berjuang untuk menemukan pelanggan untuk merebut pangsa pasar. Negara produsen minyak terbesar itu berupaya memperluas produksi.
Pasalnya, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, gagal mencapai kesepakatan pembatasan produksi minyak guna mendukung harga.