Harga minyak mentah produksi Amerika Serikat (AS) merosot ke bawah US$95 per barel pada akhir perdagangan Jumat lalu, untuk pertama kalinya sejak April.
Penurunan terjadi lantaran permintaan bensin musim panas di Negeri Paman Sam merosot 8 persen dari tahun lalu. Kemudian, Uni Eropa juga akan mengizinkan perusahaan pelat merah Rusia untuk mengirimkan minyak ke negara ketiga di bawah penyesuaian sanksi yang disepakati oleh negara anggota pekan lalu.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup di level US$94,70 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka Brent ditutup menguat untuk pertama kalinya dalam enam pekan terakhir. Brent bertengger di level US$103,20 per barel. Brent mendapat topangan dari prospek permintaan minyak yang lebih tinggi dari negara-negara di Asia.
Perdagangan berjangka minyak bergejolak dalam beberapa pekan terakhir lantaran pedagang mencoba untuk mendamaikan kemungkinan kenaikan suku bunga lebih lanjut yang dapat mengurangi permintaan terhadap pasokan yang ketat dari hilangnya barel Rusia. Perusahaan Rusia Rosneft and Gazprom dikabarkan bakal mengirimkan minyak ke negara ketiga dalam upaya untuk membatasi risiko terhadap keamanan energi global.
Di bawah penyesuaian sanksi terhadap Rusia yang mulai berlaku pada Jumat lalu, perusahaan Uni Eropa diizinkan untuk membayar pembelian minyak mentah lintas laut Rusia. Jangka pendek yang jelas merupakan berita utama negatif yang mungkin memberi sedikit aksi jual di sini.
Pengumuman Uni Eropa datang setelah Gubernur Bank Sentral Rusia Elvira Nabiullina mengatakan tidak akan memasok minyak mentah ke negara-negara yang memutuskan untuk mengenakan batasan harga pada minyaknya.Sejarah masa lalu menunjukkan bahwa pembatasan harga komoditas yang diinduksi pemerintah biasanya berumur pendek dan dapat mengakibatkan harga yang berlebihan segera setelahnya.
Namun, harga tertahan oleh kekhawatiran kenaikan suku bunga yang dapat memangkas permintaan dan dimulainya kembali beberapa produksi minyak mentah Libya. Kementerian Perminyakan Libya menyatakan produksi minyak Libya lebih dari 800 ribu barel per hari (bph) dan akan mencapai 1,2 juta bph bulan depan. Selain itu, harga minyak juga tertahan oleh proyeksi perlambatan ekonomi global dan pengetatan kebijakan moneter bank sentral dunia.