Harga minyak mentah dunia menguat. Kenaikan harga ditopang oleh peningkatan produksi dari pabrik-pabrik China yang menandakan potensi kenaikan permintaan energi dan kelanjutan kesepakatan pemberian stimulus tambahan di AS.
Dilansir dari Antara, Selasa (11/8), harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober naik 59 sen atau 1,3 persen menjadi US$44,99 per barel di London ICE Futures Exchange.
Sementara, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September naik 72 sen atau 1,8 persen menjadi US$41,94 per barel di New York Mercantile Exchange.
Dari China, sejumlah pabrik mencatatkan peningkatan produksi pada Juli 2020 yang mendekati kondisi sebelum pandemi virus corona atau covid-19. Peningkatan turut didorong oleh kenaikan harga minyak global.
"Sedikit berita utama yang menguntungkan terkait virus corona cukup untuk memicu minat beli kembali ke pasar bensin," ungkap Analis Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch.
Selain itu, peningkatan harga minyak juga terjadi berkat cuitan Presiden AS Donald Trump yang menyatakan bahwa Partai Demokrat ingin bertemu dengan dalam kongres untuk membicarakan bantuan ekonomi di tengah pandemi corona. Padahal, pembicaraan keduanya sempat terhenti pada pekan lalu.
"Kompleks minyak sangat bergantung pada bantuan itu. Kami membutuhkan orang-orang untuk dapat meningkatkan aktivitas ekonomi guna memacu permintaan," ujar Analis Again Capital di New York, John Kilduff.
Di sisi lain, sentimen pemangkasan produksi minyak oleh Irak sebanyak 400 ribu barel per hari pada Agustus-September 2020 masih memberi pengaruh positif pada pergerakan harga minyak. Hal ini akan mengompensasi kelebihan produksi dalam tiga bulan terakhir.
Begitu juga dengan sentimen berupa proyeksi peningkatan permintaan minyak di pasar Asia dari CEO Saudi Aramco Amin Nasser. Ia memperkirakan permintaan akan meningkat, sejalan dengan pelonggaran kebijakan penguncian wilayah (lockdown) di negara-negara Asia.
"Ini akan mengirimkan sinyal yang kuat ke pasar minyak di berbagai level. Namun demikian, hal ini juga akan membutuhkan perusahaan-perusahaan internasional yang beroperasi di Irak untuk ikut serta dalam pemotongan tersebut," kata Aanalis Commerzbank Eugen Weinberg.