Harga minyak dunia menguat sepanjang pekan lalu, dipicu berhentinya sebagian aktivitas produksi minyak di wilayah Teluk Meksiko, Amerika Serikat (AS) akibat Badai Tropis Barry. Senin (15/7), harga minyak mentah berjangka Brent pada penutupan perdagangan Jumat (12/7) tercatat US$66,72 per barel atau menguat 4 persen sepanjang pekan lalu. Kenaikan harga juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar 4,7 persen menjadi US$60,21 per barel. Pada pekan sebelumnya, kedua harga minyak acuan global tersebut melemah.
Badai Tropis Barry yang menerjang Teluk Meksiko, AS, mengakibatkan perusahaan minyak setempat memangkas produksi. Akibatnya, harga minyak mentah berjangka terkerek. Biro Keselamatan dan Penegakan Lingkungan AS (BSEE) menyatakan sekitar 1,1 juta barel per hari (bph) atau 59 persen dari total produksi minyak mentah di Teluk Meksiko dipangkas karena ada serangan badai tersebut. Pasar minyak mentah tengah ditopang oleh berhentinya produksi di Teluk Meksiko.
Pasar terus mencermati perkembangan Badai Tropis Barry. Pasalnya, badai tersebut bisa berkembang menjadi bencana banjir yang akan mempengaruhi operasional kilang di Lousiana, AS. Pada akhirnya berimbas pada produksi gas dan bahan bakar mesin diesel. Sementara itu, kekhawatiran terhadap berlebihnya pasokan minyak global dalam beberapa bulan ke depan membatasi kenaikan harga minyak dunia.
Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan melesatnya produksi minyak AS bakal melampaui permintaan global. Hal itu akan berujung pada penumpukan stok minyak di dunia dalam sembilan bulan ke depan. Laporan IEA menahan kenaikan harga yang mungkin berasal dari Badan Tropis Barry karena pasar terus tergelincir akibat beban dari perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Laporan IEA itu dirilis sehari setelah Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memperkirakan terjadinya banjir minyak mentah tahun depan meski OPEC dan sekutunya telah menjalankan kesepakatan pemangkasan produksi untuk membatasi pasokan.
Selanjutnya, Baker Hughes mencatat jumlah rig minyak AS, indikator produksi di masa depan, merosot selama dua pekan berturut-turut. Perusahaan minyak Negeri Paman Sam memangkas 4 rig menjadi 784 rig pada pekan yang berakhir Jumat (12/7) lalu, terendah sejak Februari 2018. Jumlah rig minyak merupakan indikator jumlah produksi di masa depan. Lebih lanjut, pasar tetap waspada seiring memanasnya tensi antara Iran dan negara barat. Pada Jumat (12/7), Iran menyatakan Inggris sedang bermain 'permainan berbahaya usai menyandera kapal tanker minyak Iran. Penyanderaan tersebut dilakukan setelah Iran diduga melanggar sanksi Eropa karena mengangkut minyak Suriah. Hanya waktu yang akan membuktikan apakah (memanasnya tensi) ini akan menjadi harapan kosong semata. Namun, satu yang pasti: risiko geopolitik tetap ada di sini.