Komoditi | Senin, 27 April 2020 - 10:10 WIB

Menimbang Saham Energi yang Ambruk Dipukul Obral Harga Minyak

Menimbang Saham Energi yang Ambruk Dipukul Obral Harga Minyak

Author:

Maulidia Septiani

Komoditi

27 April 2020

10:10 WIB

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) meradang di posisi 4.496 pada perdagangan minggu lalu. Sejak awal tahun, kinerja indeks anjlok sebesar 28,63 persen dari level 6.299.

 

Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan indeks menerima serangan beruntun dari berbagai penjuru. Belum juga reda infeksi wabah virus corona, badai harga murah minyak dunia sudah menghampiri.

 

Tak ayal, RTI Infokom mencatat dana sebesar Rp17,57 triliun minggat dari pasar modal domestik sejak awal tahun.

 

"Fokus pasar minggu ini ada pada harga minyak dunia, harga (minyak) negatif yang di US$37,63 per barel merupakan pertama kali dalam sejarah," ucap Hans pada Sabtu (25/4).

 

Harga minyak mentah berjangka acuan Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei sempat diobral minus US$37,63 per barel pada perdagangan Senin (20/4) lalu.

 

Amblasnya harga minyak mentah dunia tak lepas dari kondisi berlimpahnya pasokan di tengah seretnya permintaan karena wabah virus corona.

 

Tak heran jika investor masih was-was dengan kinerja IHSG pada minggu ini. Terutama, kinerja emiten di sektor energi dan pertambangan yang hancur-hancuran pada perdagangan pekan lalu.

 

Tengok saja PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) yang terjun 10,39 persen pada perdagangan pekan lalu ke posisi Rp6.900 per saham. Investor asing mencatatkan jual bersih sebesar Rp13,59 miliar pekan lalu.

 

Nasib serupa pun terjadi para PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang merosot sebesar 6,57 persen minggu lalu ke level Rp1.850 per saham. BEI mencatat sepanjang pekan lalu dana asing keluar dari emiten sebesar Rp30,03 miliar.

 

Meski begitu, Hans menilai harga minyak dunia pada pekan ini akan berangsur menguat setelah menyentuh level terendah. Sinyal baik datang dari berbagai kepala dunia yang mengambil langkah guna menstabilkan harga minyak.

 

"Arab Saudi dan Rusia mengatakan siap mengambil langkah tambahan guna mennstabilkan pasar minyak, Rusia sedang mencari opsi untuk mengurangi produksinya," ucapnya.

 

Pendiri LBP Institute Lucky Bayu Purnomo menyebut terjunnya harga saham di sektor pertambangan dan energi merupakan kesempatan menarik bagi investor yang membidik koleksi saham berkualitas dengan harga murah meriah.

 

Kesempatan tersebut, menurutnya, tak selalu menghampiri di mana valuasi saham tak sebanding dengan kualitas emiten yang telah teruji. "Sektor pertambangan bisa positif, kesempatan menarik karena minyak undervalue atau di bawah rata-rata," terangnya.

 

Untuk itu, dia menyarankan para investor untuk memantau 'pemain' dominan di sektor pertambangan dan energi. Namun, ia tak menyarankan para investor untuk belanja jangka pendek mengingat harga saham yang masih berpotensi turun hingga stabilisasi harga minyak dapat dicapai.

 

Ia menyarankan pantau saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Lucky menilai produsen batu bara ini memiliki fondasi yang kuat meski emiten terkoreksi 15,46 persen sepanjang perdagangan minggu lalu.

 

Ini dibuktikan oleh realisasi kinerja operasional emiten yang melebihi target pada 2019. Tahun lalu, produksi batu bara mencapai 58,03 juta ton atau surplus 7 persen dari realisasi produksi 2018.

 

ADRO juga masih mencetak laba sebesar US$404,19 juta setara dengan Rp5,66 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar AS), meski turun 3,23 persen dibandingkan laba untuk periode sama tahun sebelumnya.

 

Pendapatan perusahaan mencapai US$3,46 miliar atau Rp48 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar AS) per Desember 2019 atau merosot 5 persen dari capaian 2018. Penurunan pendapatan berasal dari terjunnya harga jual batu bara dengan rata-rata penurunan sebesar 13 persen.

 

Selain ADRO, pendiri LBP Institute juga menyarankan investor untuk memantau emiten di lini kerja serupa seperti PTBA, ANTM, dan ITMG.

 

"Perusahaan batu bara yang mendominasi kegiatan ekspor dan impor batubara dapat menjadi pilihan di tengah koreksi harga minyak," ungkapnya.

 

Mengamini saran Lucky, Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Aprilinov menambahkan, investor sebaiknya mempelajari kinerja perusahaan sebelum memutuskan belanja saham sektor energi.

 

Namun, para investor yang tak ingin mengambil resiko tinggi di tengah fluktuasi harga minyak saat ini, ia merekomendasikan untuk main aman dan melirik saham-saham LQ45 untuk sektor konsumer dan telekomunikasi.

 

Alasannya, kedua sektor tersebut masih akan terus menanjak di tengah pandemi wabah virus corona, apalagi saat saham-saham LQ45 tengah murah.

 

"Minggu ini lebih ke LQ45 dengan harga emiten cukup murah namun kemungkinan untung lumayan tinggi," ucapnya.

 

Kendati tak menargetkan harga jual, Chris merekomendasikan saham ICBP dan HMSP untuk sektor konsumer. Sementara untuk telekomunikasi, ia bilang TLKM dan MNCN layak dikoleksi.

Terpopuler