Nilai tukar rupiah berada di level Rpi Rp14.755 per dolar AS pada Senin (24/8) pagi. Posisi tersebut menguat 0,12 persen dibandingkan perdagangan sebelumnya di level Rp14.772 per dolar AS.
Pagi ini, mayoritas mata uang di kawasan Asia terpantau menguat terhadap dolar AS. Tercatat, yen Jepang menguat 0,08 persen, dolar Singapura menguat 0,04 persen, dolar Taiwan menguat 0,13 persen, rupee India menguat 0,24 persen, yuan China menguat 0,05 persen, dan baht Thailand menguat 0,06 persen.
Sebaliknya, won Korea Selatan melemah 0,24 persen, peso Filipina melemah 0,08 persen, dan ringgit Malaysia melemah 0,04 persen. Sedangkan, dolar Hong Kong stagnan.
Sementara itu, mayoritas mata uang di negara maju juga kompak menguat. Kondisi ini ditunjukkan dengan poundsterling Inggris menguat 0,03 persen, dolar Australia menguat 0,15 persen, dan dolar Kanada menguat 0,03 persen. Namun, franc Swiss melemah 0,03 persen.
Meski menguat, namun Kepala Riset Monex Investindo Ariston Tjendra mengatakan pergerakan rupiah mendapatkan sentimen dari indikasi pemulihan ekonomi AS. Indeks aktivitas manufaktur dan sektor jasa AS pada Agustus serta data penjualan rumah bekas AS pada Juli dirilis lebih bagus dari proyeksi. Data ekonomi AS itu mendorong penguatan dolar AS.
Ini bisa mendorong pelemahan rupiah terhadap dolar AS awal pekan ini.
Selain itu, ketegangan hubungan AS dan China bisa menjadi penekan nilai tukar rupiah. Pasalnya, ketegangan itu dikhawatirkan pasar bisa mengganggu pemulihan ekonomi global.
Dari sisi domestik, lanjutnya, penyebaran virus corona RI terus meningkat sehingga bisa menekan pergerakan rupiah. Indonesia juga dihadapkan pada potensi resesi ekonomi setelah pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2020 mengalami kontraksi 5,32 persen secara tahunan.
Ia memprediksi rupiah bergerak di rentang Rp14.650 hingga Rp14.850 per dolar AS pada hari ini.
"Tapi sentimen datang silih berganti. Rupiah bisa saja menguat kalau tekanan pelemahan ke dolar AS kembali membesar," tuturnya.