Nilai tukar rupiah berada di level Rp14.262 per dolar AS pada perdagangan Selasa (28/9) pagi. Posisi ini melemah 0,06 persen dari perdagangan sebelumnya, yakni Rp14.257 per dolar AS.
Dari eksternal, mata uang di Asia bergerak bervariasi. Tercatat, yen Jepang melemah 0,1 persen, baht Thailand melemah 0,18 persen, yuan China menguat 0,01 persen, won Korea Selatan melemah 0,49 persen, ringgit Malaysia menguat 0,08 persen, dan dolar Singapura melemah 0,08 persen. Sementara, mayoritas mata uang di negara maju bergerak melemah terhadap dolar AS. Detailnya, dolar Australia melemah 0,1 persen, poundsterling Inggris melemah 0,03 persen, franc Swiss melemah 0,06 persen, sedangkan dolar Kanada menguat 0,03 persen.
Rupiah diproyeksikan kembali melemah hari ini. Kenaikan tingkat imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun memberikan sentimen negatif untuk rupiah. Kemarin yield sudah mencapai 1,51 persen, level tertinggi sejak 29 Juni 2021. Kenaikan yield biasanya didorong oleh ekspektasi pasar terhadap kebijakan pengetatan moneter oleh The Fed. Bank sentral AS itu diproyeksi mulai melakukan tapering off akhir 2021. The Fed diekspektasikan memulai program tapering yaitu mengurangi pembelian obligasi pada akhir tahun ini dan mengakhiri pembelian di pertengahan tahun depan.
Selain itu, minat pasar untuk berinvestasi di aset berisiko juga menurun. Hal itu terlihat dari pelemahan indeks saham di Asia. Penurunan minat pasar terhadap aset berisiko pagi ini di mana indeks saham Asia terlihat melemah juga bisa menekan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Hari ini, rupiah diprediksi bergerak melemah dengan rentang support Rp14.240 per dolar AS dan resistance Rp14.280 per dolar AS.