Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.323 per dolar AS di perdagangan pasar spot pagi ini. Mata uang Garuda melemah 19,5 poin atau 0,14 persen dari perdagangan sebelumnya, yakni Rp14.304 per dolar AS.
Mayoritas mata uang di Asia bergerak menguat pagi ini. Tercatat yen Jepang menguat 0,09 persen, won Korea Selatan menguat 0,11 persen, peso Filipina yang menguat 0,19 persen, yuan China menguat 0,01 persen, dan ringgit Malaysia menguat 0,29 persen. Sisanya kompak melemah seperti dolar Hong Kong minus 0,01 persen, dolar Singapura minus 0,03 persen, rupee India minus 0,01 persen, dan baht Thailand minus 0,05 persen.
Mata uang di negara maju nampak bervariasi pada pagi ini. Terpantau franc Swiss melemah 0,03 persen, dolar Kanada menguat 0,02 persen, dolar Australia melemah 0,05 persen, poundsterling Inggris menguat 0,07 persen, dan euro Eropa melemah 0,01 persen.
Nilai tukar rupiah tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sebab rilis data inflasi AS yang menunjukkan kenaikan tertinggi sejak 1982. Selain itu, inflasi dan kenaikan suku bunga AS juga jadi alasan mata uang Garuda tertekan. Data inflasi konsumen AS pada Desember dirilis 7 persen secara tahunan, hal ini sesuai dengan ekspektasi pasar. Data ini mendukung kebijakan kenaikan suku bunga acuan AS yang mungkin dimulai di bulan Maret.
Sebagai antisipasi, pasar kemungkinan akan menarik sebagian portofolio aset berisikonya dan kembali ke aset dolar. Hal inilah yang juga berpotensi menekan pergerakan rupiah pada hari ini. Namun demikian, kebijakan dalam negeri yang membuka kembali keran ekspor batu bara diklaim dapat menahan pelemahan rupiah. Ekspor ini menambah dukungan ke surplus neraca perdagangan RI yang bisa meningkatkan suplai dolar AS sehingga nilai tukar rupiah bisa bertahan terhadap dolar AS.
Pergerakan rupiah pada hari ini berada di rentang Rp14.350 dengan potensi penguatan di posisi Rp14.300 per dolar AS.